Selasa, 28 Juli 2015

5 Kehebohan Ramadhan di Pontianak



Dua belas hari telah berlalu semenjak syahdu Ramadhan berakhir dengan dentuman meriam dan gema takbir di ujung senja. Ketika gerah dahaga dan sesak kabut asap berganti dingin tetesan hujan yang tersisa. Pagi hari mulai berselimut mendung dan rasa was-was dalam hati para ibu usai gigih mencuci setumpuk popok buah hatinya. Ketika cangkir-cangkir kopi dan berbatang-batang rokok menjadi candu bagi kaum pengelana maya. Sekedip tanya tiba-tiba menyeruak di antara riuh rasa mentega dan air berperisa, di antara taburan kata maaf di ujung jemari yang seolah tak usai walaupun Syawal berganti. Ini lebaran, di kota khatulistiwa. Di mana tradisi menancapkan akarnya nan kokoh. seperti halnya di belahan lain negeri nusantara yang kaya ini. Di sini tradisi membalut setiap perayaan keagamaan dengan erat. Bagaikan balutan Kain Motif Corak Insang yang melilit gagah dan elok di pinggang-pinggang para Bujang Melayu.

Mengapa aku selalu ingin kembali menemui Ramadhan di kota ini ?


1.      Sotong Pangkong


Fenomena yang menjadi kekhasan menjelang Ramadhan di Kota Pontianak salah satunya adalah kemunculan lapak-lapak lesehan penjual Sotong Pangkong yang banyak ditemui sepanjang Jalan Merdeka, Pontianak. Cumi-cumi kering berbagai ukuran yang pada prosesnya di pipihkan lagi atau ‘di pangkong’ dengan palu setelah sebelumnya di bakar. Kemudian disajikan dengan sambal kacang atau cabai tumbuk. Rasanya yang gurih, asin dan pedas menggoyang lidah terasa mengasyikkan sambil menyeruput kopi atau es buah. Bersantai bersama keluarga, teman dan handai taulan sambil menikmati Sotong Pangkong setelah sehari penuh ibadah menjadi pilihan populer warga Pontianak sejak lama.

2.      Bingke Berendam
 
Kue Bingke Berendam adalah salah satu kuliner khas Melayu Pontianak yang dijadikan souvenir kuliner khas Kalbar yang semula hanya ditemui pada saat Ramadhan. Sebagai takjil atau sajian untuk berbuka puasa dulunya menjadi menu wajib bagi sebagian warga yang mendiami perkampungan Melayu. Bentuknya yang menyerupai bunga berkelopak enam dengan tekstur lembut terkadang basah. Dulu, kue ini populer dengan sebutan Kue Bingke dari Kampong Bangke. Di sebut juga dengan Kue Bingke Berendam sampai sekarang belum di temui asal muasalnya, mungkin juga seperti kebanyakan orang-orang Melayu katakan kue ini pada prosesnya terendam santan sehingga kelihatan seperti kue yang terendam.

3.     Keriang Bandong

Ketika Ramadhan mulai memasuki sepuluh hari terakhir, yang oleh orang Pontianak menyebutnya Malam Lekur/Selikuran. Warga memasang sejenis pelita atau obor bambu di halaman-halam rumah mereka yang menandakan masuknya sepuluh hari terakhir Ramadhan. Pelita atau obor bambu berbahan bakar minyak tanah ini di sebutlah Keriang Bandong. Kini dengan dikonversinya bahan bakar minyak tanah ke gas, fungsi pelita tergantikan dengan lampu seri/led.


4.       Meriam Karbit

Dammm.....dummmm.....phufftt, gelegar dentuman akan mengejutkan bagi sebagian orang yang baru pertama kalinya Ramadhan di Kota Pontianak. Pastinya yang berpenyakit panikan akan kalut setengah mati dan bagi yang berpenyakit paranoid akan segera mencari tempat berlindung. Hahaha, inilah pamungkas Ramadhan di Kota Pontianak. Meriam Karbit ! Dulu, tradisi memainkan meriam karbit di lakukan warga bantaran Sungai Kapuas sebagai penanda masuknya bulan Ramadhan dan penanda waktu sholat. Tradisi ini menandai sejarah awal berdirinya Kota Pontianak. Meriam yang terbuat dari batang pohon (sekarang ada yang terbuat dari besi) dengan amunisi karbit ini di letakan berjajar 4 sampai 12 batang di tepian Sungai Kapuas. Suara dentumannya sahut-menyahut antara yang seberang Barat dan Timur. Bagaikan perang meriam, permainan tradisional ini sekarang oleh Pemerintah Kota Pontianak di festivalkan sebagai penanda masuknya Idul Fitri/Lebaran.

5.       Lampu Mati*

Inilah tradisi yang paling berkesan bagi warga Pontianak dalam beberapa tahun terakhir. Sejak era reformasi bergulir hingga sekarang. Setiap menjelang berbuka listrik padam bergiliran di setiap kecamatan.Ttradisi yang dilakukan Perusahaan Listrik Negara ini setiap tahunnya terjadi lantaran dengan alasan ‘beban puncak’ dikarenakan pada saat berbuka puasa banyak warga yang menggunakan listrik.
(*kelak tradisi ini akan diajukan ke Balai Penelitian Sejarah dan Nilai-nilai Tradisional....hihihihi)

Dingin di luar, hangat di dalam.

Tetes terakhir secangkir kopi usai ku teguk, sementara dari luar cafe tampak langit kembali mendung. Meja-meja mulai sesak di penuhi pengunjung. Mereka yang beristirahat siang atau yang sengaja mencari tempat berteduh yang nyaman sambil menanti hujan turun. Tetes terakhir kopi yang  rasanya membuatku ingin memesan kembali, menyeruput kenangan yang tak habis di ujung kerongkongan.
Ramadhan berlalu tapi gelegar dentuman Meriam Karbit masih meninggalkan pekak di telinga. Irama alunan sotong yang di pangkong bertalu-talu, sahut-menyahut dengan rasa manis kue bingke yang  terendam tradisi kental berhiaskan kelap-kelip keriang bandong di gelap kota tanpa listrik.



Tidak ada komentar:

Kebut Kebutuhan Ramadhan 2023

  Kebut Kebutuhan Ramadhan 2023 bersama Tokopedia. Ada cashback hingga 90% berlaku dari tanggal 9 hingga 12 Maret 2023. Buruan dikebut, ten...