Dua belas hari telah berlalu semenjak syahdu Ramadhan
berakhir dengan dentuman meriam dan gema takbir di ujung senja. Ketika gerah
dahaga dan sesak kabut asap berganti dingin tetesan hujan yang tersisa. Pagi
hari mulai berselimut mendung dan rasa was-was dalam hati para ibu usai gigih
mencuci setumpuk popok buah hatinya. Ketika cangkir-cangkir kopi dan berbatang-batang
rokok menjadi candu bagi kaum pengelana maya. Sekedip tanya tiba-tiba menyeruak
di antara riuh rasa mentega dan air berperisa, di antara taburan kata maaf di
ujung jemari yang seolah tak usai walaupun Syawal berganti. Ini lebaran, di
kota khatulistiwa. Di mana tradisi menancapkan akarnya nan kokoh. seperti
halnya di belahan lain negeri nusantara yang kaya ini. Di sini tradisi membalut
setiap perayaan keagamaan dengan erat. Bagaikan balutan Kain Motif Corak Insang
yang melilit gagah dan elok di pinggang-pinggang para Bujang Melayu.
Mengapa aku selalu ingin kembali menemui Ramadhan di kota
ini ?